HO LOPIS KUNTUL BARIS
Apakah anda tahu kalimat di atas? Benar sekali. Kalimat di atas sering kita dengar saat gotong royong, terutama di desa, tak terkecuali di desa-desa kawasan Wonosobo. Sebenarnya apa sih tujuan orang desa mengucapkan kalimat di atas saat gotong royong, terutama saat mengangkat benda-benda berat yang tidak mampu diangkat oleh hanya satu orang?
Percaya atau tidak, kalimat di atas mempunyai tuah sebagai motivasi sekaligus sugesti penambah semangat dan kekuatan agar seseorang kuat mengangkat benda yang berat. Syirik? Tunggu dulu, jangan keburu memvonis seperti itu. Sebenarnya bagaimana sih asal muasal kalimat tersebut?
Ho Lopis Kuntul Baris sangat erat kaitannya dengan Juan Lopes Comte de Paris.
Ketika
Saat pekerjaan Rodi memasuki tahapan babat alas dengan menebangi pohon-pohon yang besar, Juan Lopes memerintahkan agar para pekerja yang kurus kering dan kurang makan itu mengangkat batang pohon yang besar-besar.
“Cepat! Ayo lebih semangat lagi! Tar … tar …!” begitu teriak Juan Lopes dan lecutan cambuknya. Tetapi apa daya, tubuh-tubuh yang kurus kering dan kurang makan itu tetap tidak mampu mengangkatnya.
“Memang kalian tidak berguna! Tar … tar …! Menyingkirlah kalian! Biar aku angkat sendiri!”
Dengan kemarahan yang meluap-luap dan rasa kesal yang tidak tertahankan, Juan Lopes maju dan mengangkat pohon itu. Luar biasa, dengan tubuh raksasa yang dimilikinya, Juan Lopes mampu mengangkatnya!
“Ha??!!”
“Kuwe ngono dudu menungso.” Kata seorang pekerja.
“Kuwe ngono genderuwo.” Pekerja yang lain menimpali.
“Sst, ngawur! Kuwe ke genderuwo sing wujude menungso.” Seru yang lain lagi.
Sejak saat itulah, setiap kali orang mengangkat benda yang berat dengan bergotong royong mengucapkan kalimat di atas sebagai motivasi dan wasilah agar mempunyai kekuatan yang berlebih layaknya Samson dari Perancis alias Juan Lopes Comte de Paris.
Disamping Ho Lopis Kuntul Baris, Juan Lopes juga berperan dalam pemben-tukan sebuah kalimat, yang tentu saja diawali dengan kesalahpahaman. Kalimat itu adalah kutang yang sering kita asumsikan sebagai penutup dada wanita. Ceritanya begini:
Ketika Juan Lopes mengawasi Rodi, ia melihat diantara para pekerja ada seorang gadis yang masih muda belia ikut kerja paksa. Karena kemiskinan sebagai akibat penjajahan Belanda, gadis tersebut bekerja sebagaimana laki-laki, tanpa mengenakan penutup dada. Melihat hal ini Juan Lopes mengambil secarik kain dan mendekati gadis tersebut seraya memerintahkan agar gadis itu menutupi dadanya dengan kain yang dibawanya.
“Cautant, cautant!” Teriak Juan Lopes sanbil menunjuk kea rah dada gadis itu. Maksudnya, ia memerintahkan agar wanita itu menutupi barang berharga milik-nya. (Cautant = berharga).
“Nopo niki Ndoro Tuan?” Tanya gadis itu tidak mengerti apa yang dimaksud Juan Lopes sambil menerima kain pemberiannya.
“Cautant, Cautant!” teriak Juan Lopes tidak kalah bingungnya.
“Oo .. Iki ke jenenge kutang.” Kata teman wanita didekatnya sok tahu sambil memegang kain pemberian Juan Lopes.
Sejak saat itulah, kain penutup dada wanita disebut kutang, yang ironisnya berawal dari kesalahpahaman dan tidak nyambung dengan makna aslinya.
Dari buku Novel Pangeran Diponegoro: Menggagas Konsep Ratu Adil, Tiga Serangkai, Solo: 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar